Selasa, 31 Juli 2012

31 Juli 2012

Selasa, 31 Juli 2012

Tak banyak berbeda dengan hari yang lain. Rutinitas yang sama, tempat dan waktu yang sama, orang-orang yang sama, hanya pengalamannya yang berbeda,
Sebenernya, ini bukan hal yang layak untuk diceritakan ulang. Namun, aku hanya ingin sekedar mengingatkan diri sendiri bahwa Allah itu selalu adil.

Cerita ini diawali ketika aku memutuskan untuk pergi sama Luti, Sella, Salsa. Semua berjalan lancar dan menyenangkan. Sepanjang jalan, yang ku lakukan hanya tertawa dan becanda. Menutupi apa yang sebenarnya aku rasakan. Awalnya, ku pikir, hari itu akan menjadi hari yang sangat menyenangkan.

Kami terus berjalan dan berjalan. Sampai akhirnya, aku terpaku di suatu tempat.
Dari jarak yang tidak terlalu jauh, aku melihat seseorang. Aku melihatnya. Tak banyak yang bisa ku lakukan, selain hanya diam dan tak henti menatap. Lidah ku kelu tak bisa berkata sepatah kata pun.
 Sekitar 5 detik kemudian, aku merasakan sudut sudut mataku terasa panas. Tapi tak kubiarkan air mata itu menetas cepat. Lalu, aku pergi menjauh.
Pahit. Hanya itu satu-satunya hal yang ku rasakan tepat saat itu. Aku tak banyak bicara, karna aku tau, hatiku hancur. Lalu, ku biarkan air mata ini menetes, seiring dengan sakit yang semakin terasa.
Pikirku saat itu, mengapa disaat aku sedang senang, justru aku diperlihatkan dan dibiarkan merasakan hal sepahit itu?
Mereka bilang, Allah itu adil. Lagipula, katanya, senang dan sedih kan datangnya satu paket.

Tak banyak yang ingin ku bahas tentang cerita ini. Aku hanya berharap, apabila orang itu membaca ini, dia menyadari apa yang telah dia lakukan kali ini adalah hal yang mungkin akan sangat sulit untuk dimaafkan apalagi dilupakan.

Thanks for today. 

Dua Puluh Empat

Disaat gelap datang menemaniku
Aku hampir saja menyerah
Lalu ku pejamkan mata ini
Berharap sebuah keajaiban

Dan saat ku buka mata
Yang ku lihat hanya sebuah cahaya

Ternyata keajaiban itu benar adanya
Tuhan telah mengirim salah satu malaikatnya untukku
Dan itu, kamu

Senyuman yang selalu mewarnai siang ku
Tawa yang selalu terdengar merdu dalam kebisingan
Wajah yang selalu menyejukkan kalbu
Tak pernah kutemukan lagi di tempat lain

Saat hujan menghempas butir butir tanah di bumi
Saat itu pula aku berharap ingatan tentangmu akan abadi
Aku rela mati
Asal terus dibiarkan menyimpan kenangan tentangmu

Apabila suatu hari nanti, takdir mempersatukan kita
Aku bersumpah akan terus menjagamu sampai hembusan nafas terakhirku
Namun, apabila takdir tidak memberiku kesempatan
Aku bersumpah ingatan tentang kamu akan abadi dan utuh sampai jantungku berhenti berdetak


Akankah takdir yang telah mempertemukan kita, justru tak membiarkan kita bersama?

Kamulah satu-satunya penantian abadi ku

It's always been you